Ilustrasi perempuan yang menikmati alam. (Freepik/jcomp)
Ilustrasi perempuan yang menikmati alam. (Freepik/jcomp)
KOMENTAR

ADA saat ketika kehilangan membuat dunia terasa berhenti berputar. Hari-hari berlalu dengan sunyi, dan hati serasa tak lagi punya arah. Dalam momen seperti itu, ada satu cara yang mungkin belum banyak dipikirkan—melakukan perjalanan. Bukan sekadar liburan, tapi perjalanan duka, grief travel, sebuah langkah pelan namun bermakna untuk menata kembali hati yang patah.

Perjalanan duka bukan pelarian. Ia bukan upaya melupakan, melainkan cara yang lembut untuk mengingat dan berdamai. Ketika kita meninggalkan tempat yang penuh kenangan menyakitkan, bukan berarti kita meninggalkan orang yang telah tiada. Justru dalam langkah demi langkah di tanah asing, kita memberi ruang bagi kenangan itu untuk bernapas tanpa membuat dada sesak.

Banyak yang memilih mendaki gunung, menjelajah pantai, atau mengunjungi tempat-tempat sunyi. Di balik semua itu, ada harapan untuk menemukan makna baru dari kehilangan yang dirasa tak tergantikan. Ada yang membawa benda kenangan, ada pula yang menulis surat lalu membacanya di puncak tebing, seolah suara hati mereka lebih mudah terdengar di antara debur ombak atau hembusan angin gunung.

Dalam sunyi perjalanan, kita belajar mengenal kembali diri sendiri. Kita menangis tanpa harus menjelaskan, tersenyum pada orang asing yang tak tahu luka kita, dan merasakan bahwa dunia, meski terasa hampa, tetap menyediakan pelukan melalui alam, langit luas, dan langkah kaki yang terus berjalan.

Perjalanan duka bukan tentang melupakan, tetapi memberi waktu dan ruang agar kesedihan bisa bermetamorfosis menjadi penerimaan. Hati yang terluka mungkin tak akan kembali seperti semula, tapi ia bisa tumbuh menjadi lebih dalam, lebih kuat, dan lebih penuh kasih.

Jika kamu tengah berduka, tak ada salahnya mencoba berjalan keluar sejenak. Bukan untuk pergi dari rasa sakit, tapi untuk menemukan cara baru mencintai mereka yang telah pergi, dan lebih dari itu—untuk mencintai diri sendiri yang masih terus hidup.




Bahagia Setelah Menikah? Bisa, Asal Tidak Terbebani Ekspektasi

Sebelumnya

Jangan Biarkan Cinta Memudar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Family